Sumber :
Perbedaan model/standar profesi antara USA vs EROPA
Model dan standar profesi di setiap negara
berbeda-beda termasuk model dan standar profesi di Amerika dan Eropa. Untuk
mengetahui perbedaan antara keduanya, maka berikut ini akan dijelaskan mengenai
model dan standar profesi baik di Amerika maupun di Eropa.
Model Pengembangan Standar Profesi
• Organisasi profesi merupakan organisasi yang
anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan
bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat
mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu.
• Semakin
luasnya penerapan Teknologi Informasi di berbagai bidang, telah membuka peluang
yang besar bagi para tenaga profesional Tl untuk bekerja di perusahaan,
instansi pemerintah atau dunia pendidikan di era globalisasi ini.
• Secara global, baik di negara maju maupun negara
berkembang, telah terjadi kekurangan tenaga professional Tl.
Menurut hasil studi yang diluncurkan pada April 2001
oleh ITAA (Information Technology Association of America) dan European
Information Technology Observatory, di Amerika pada tahun 2001 terbuka
kesempatan 900.000 pekerjaan di bidang Tl.
Model dan Standar Profesi di USA Vs EROPA
Pustakawan dan Konsep Negara Modern
Satu hal penting mengapa profesi pustakawan dihargai
di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya, perkembangan profesi pustakawan di
Amerika Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan Amerika Serikat sebagai
negara modern dan juga perkembangan dunia akademik. Pada masa kolonial, tradisi
kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian dari konsep negara modern,
utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk menyediakan dan menyimpan
informasi.
Oleh karena itu, profesi purstakawan (bibliographist)
dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di universitas-universitas
dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat. Untuk menjadi seorang
pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada jenjang S1 pada area
tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang S2 di bidang
perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki
jurusan khusus pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa MLS atau MLIS (Master
of Library and Information Science). Pendidikan jenjang S2 ini ditempuh selama
dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat kondusif untuk menciptakan
spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri, yang tidak hanya mampu
membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki pengetahuan khusus di bidang
tertentu, misalnya pustakawan yang juga memiliki pengetahuan di bidang hukum.
Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang
memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan.
Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga
terus mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan
di area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen.
Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan dunia
elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan proses
pengolahan.
Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang
Didukungnya
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang
berkaitan dengan manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning
dokumen, jaringan internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer,
dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan. Umumnyam
mereka memiliki latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi. Mereka
staf teknis dan bukan pustakawan. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di
Indonesia.
Profesi pustakawan seringkali ditempatkan hanya
sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog, mencari dan mengembalikan
buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi dokumen yang dibutukan
pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara pustakawan dan
staf teknis. Perbedaan lainnya juga terletak pada relasi antara pustakawan
dengan profesi yang didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang bekerja di
universitas memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan
riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain itu,
mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa melalui kurikulum
dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah untuk berdiskusi megnenai
akses informasi.
Pustakawan mempresentasikan dan berdiskusi megnenai
bagaimana menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan alat-alat yang
disediakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta etika akademis dalam
mengutip tulisan orang lain. Selain itu, juga disediakan panduan online yang
diintegrasikan dengan situs mata kuliah tersebut. Contoh lainnya adalah
hubungan profesi pustakawan dengan profesi ahli bahasa. Pustakawan di Amerika
Serikat bekerjasama dengan The Modern Language Association menyusun panduan
yang berkaitan dengan informasi linguistik yang berisi materi-materi,
metode-metode dan bahkan hal-hal mengenai etika yang berkaitan dengan
linguistik.
Profesi pustakawan hukum pun seyogyanya dapat
melakukan riset yang dapat berkontribusi bagi profesi hukum. Banyak pustakawan
hukum di Amerika Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan aktif melakukan
penelitian dan kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan
tidak berfungsi sekedar sebagai supervisi dan kolektor dokumen saja. Selain
itu, hubungan antar pustakawan dengan profesi yang didukungnya, misalnya dalam
dunia akademik, menjadi setara. Komunitas Pustakawan yang Kritis Hal yang
menarik lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika Serikat yang sangat
kritis terhadap perkembangan yang bisa berdampak pada perpustakaan dan
profesinya.
Komunitas pustakawan di Amerika Serikat terlibat aktif
dalam gerakan akses terbuka terhadap informasi. Perpustakaan berfungsi sebagai
penghubung dan penyedia informasi yang lebih murah bagi publik. Mereka bekerja
dengan para akademisi dan organisasi-organisasi penting. Salah satunya, adalah
advokasi kepada para akademisi untuk tidak mempublikasikan tulisannya melalui
penerbit-penerbit yang mahal. Sebaliknya, mereka mendorong pendirian
penerbit-penerbit di universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan
para dosennya sendiri. Hal ini merupakan upaya untuk menyediakan tulisan
akademik dengan harga yang lebih murah. Selain itu, komunitas pustakawan juga
terlibat dalam advokasi hak cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai
hak-hak penulis terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di
Amerika Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis
untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan
pengajarannya.
Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis
untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang diterbitkan
kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya. Komunitas pustakawan juga
mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka terhadap UU Hak Cipta. Misalnya,
hak untuk membuat duplikat tambahan untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang
diperuntukan untuk kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat
membolehkan untuk membuat micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan
yang sudah jarang ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun
demikian, komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan
memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah dibuat
untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat juga
menentang privatisasi informasi yang diatur dalam WTO.
Komunitas pustakawan ini memiliki organisasi yang
efisien. Biaya keanggotaan digunakan untuk membiayai staff dalam skala kecil di
Washington DC. Visinya adalah untuk melindungi kepentingan perpustakawan. Fokus
pekerjaan mereka adalah isu-isu yang berdampak pada perpustakaan, hak cipta.
Selain melakukan kegiatan di atas, mereka juga seringkali melakukan presentasi
di hadapan kongres agar mengetahui isu-isu yang dihadapi oleh para pustakawan.
Mereka juga aktif bila ada kebijakan nasional yang melanggar hak untuk
memperoleh informasi demi alasan keamanan nasional. Sebuah kisah yang
seharusnya menginspirasi profesi pustakawan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar