Senin, 26 Desember 2011

KEPEMIMPINAN

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusia pun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Di sinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

TEORI

Banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision.

Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.

Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan). Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership).

Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi. Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan) Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi.

1. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.
2. Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah: Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi. Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif. Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain. Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah) Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya. Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
3. Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah : Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.

PEMBAHASAN

I.1 HAKIKAT KEPEMIMPINAN


Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.

Beberapa ahli berpendapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :

· Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.

· Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.

· Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.

· Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.

· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

v Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.

v Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.

v Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :

- Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.

- Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.



II.2 TEORI KEPEMIMPINAN


Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

Ø Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )

Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.

Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :

o Kecerdasan

Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.

o Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial

Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.

o Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi

Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.

o Sikap Hubungan Kemanusiaan

Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya

Ø Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.

o Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.

o Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.

Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.

Ø Teori Kewibawaan Pemimpin

Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

Ø Teori Kepemimpinan Situasi

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.


Ø Teori Kelompok

Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.

Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.

ü Otokratis

Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.

ü Partisipasif

Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.

ü Demokrasi

Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.

ü Kendali Bebas

Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.


Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.

Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi,tidak selamanya merupakan pemimpinyan terbaik.fiedler telah mengembakan suatumodel pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,yakni model kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader – member rolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.

Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.

Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah

~ Directing

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.

~ Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.


~ Supporting

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.

~ Delegating

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.

Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :

Q Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.

Q Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.

Q Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.

Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).

Peran pertama meliputi :

ü Peran Figurehead ® Sebagai simbol dari organisasi

ü Leader® Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya

ü Liaison ® Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.

Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :

ü Monitior ® Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.

ü Disseminator ® Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.

ü Spokeman ® Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.

Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :

ü Enterpreneur ® Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.

ü Disturbance Handler ® Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.

ü Resources Allocator ® Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.

ü Negotiator ® Melakukan perundingan dan tawar – menawar.

Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :

ü Alighting ® Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.

ü Aligning ® Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.

ü Allowing ® Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.

Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.


II.3 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI


Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.


A. Karakter Kepemimpinan

Hati Yang Melayani


Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.

Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelomponya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.

Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.

B. Metode Kepemimpinan

Kepala Yang Melayani


Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.

Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :

v Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang – orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2 aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.

v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.

v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

C. Perilaku Kepemimpinan

Tangan Yang Melayani

Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :

Ø Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.

Ø Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

Ø Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

II.4 TEORI KEPEMIMPINAN

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai lahirnya pemimpin, paling tidak, ada tiga di antaranya yang menonjol yaitu sebagai berikut :

1. Teori Genetic
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan “leaders are born and not made“. bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial
Jika teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made”, make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu : “Leaders are made and not born“.
Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan. Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

SUMBER

http://jamil15.wordpress.com/2011/05/15/teori-dan-tipe-kepemimpinan/
http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/makalah-manajemen-kepemimpinan.html
http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan

Senin, 31 Oktober 2011

PENDAHULUAN Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. TEORI Faktor penyebab konflik • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka. • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada. Jenis-jenis konflik Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam : • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)) • Konflik antar perorangan. • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank). • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa). • Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara) • Konflik antar atau tidak antar agama • Konflik antar politik. PEMBAHASAN KONFLIK ANTAR KELOMPOK PENGAMEN (Study Tentang Konflik Antara Kelompok Pengamen Tetap Dengan Pengamen Tidak Tetap Di Alun alun Kota Malang) Pertumbuhan pembangunan yang semakin pesat tentunya akan membawa dampak bagi perekonomian masyarakat. Banyaknya persaingan lapangan kerja yang semakin ketat menjadikan tingkat pengangguran semakin meningkat. Hal ini didukung oleh semakin minimnya kesediaan lapangan kerja dan keterampilan yang memadai maka individu akan tersingkir dari persaingan apalagi di kota besar. Belum lagi beban hidup yang harus ditanggung semakin berat. Kota-kota besar yang ada di negara berkembang seperti Indonesia memiliki problematika yang hampir sama di setiap daerah yaitu meningkatnya angka kriminalitas, para pengamen, anak-anak jalanan dan masih banyak lagi yang lain. Para pengamen seringkali kita jumpai di stasiun-stasiun, halte bus sampai rumah makan atau warung dan perempatan lampu merah. Kehidupan para pengamen yang sangat keras membuat mereka di hadapkan pada suatu hal yaitu sering terjadi konflik di antara mereka sesama pengamen misalnya sering terjadi tawuran atau perkelahian karena perebutan lahan dan masalah- masalah yang lain seperti kesalahpahaman. Konflik semacam ini juga di alami oleh para pengamen di alun-alun kota Malang. Dimana alun-alun sebagai lahan mengamen bagi pengamen tetap dan pengamen lain di luar kelompok tersebut tidak dapat dengan bebas mengamen di sana. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik yang seringkali berujung pada kekerasan diantara mereka. Kekerasan yang terjadi merupakan salah satu bentuk pengaruh lingkungan dimana mereka dituntut untuk dapat bertahan hidup di perkotaaan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Dimana subjek penelitian adalah kelompok pengamen tetap dan pengamen tidak tetap di alun-alun Malang. Jumlah subjek penelitian adalah 10 orang. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data model interaktif Miles dan Hubermas, yang memiliki empat alur kegiatan yang terjadi yakni: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Konflik yang terjadi antara pengamen tetap dengan pengamen tidak tetap di alun-alun sudah terjadi sejak tahun 1994, setelah pembentukan pengamen tetap di alun-alun. Penyebab terjadinya konflik karena perebutan lahan mengamen, dimana pada saat itu krisis ekonomi juga ikut berpengaruh. Para pengamen beralasan bahwa beban ekonomi semakin meningkat sedangkan pendapatan mereka semakin sulit. Konflik para pengamen ini berujung pada kekerasan yang mana seringnya terjadi aksi pengeroyoan ataupun tawuran serta penganiayaan. Sebelum terjadi aksi kekerasan tersebut bentuk konflik yang terjadi adalah saling mencemooh, saling mengumpat dan lain-lain. Konflik yang terjadi tetap di menangkan oleh salah satu kelompok yaiu kelompok pengamen tetap sebab kelompok pengamen tetap memiliki kekuasaan di alun-alun yang di dukung oleh oknum dari Satpol PP dan Dinas Terkait. Meskipun sampai sekarang konflik itu masih sering terjadi. Kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari dialun-alun adalah salah satu bentuk perjuangan mereka dikota untuk dapat bertahan hidup sebab persaingan dalam sektor formal sangat sulit diwujudkan apalagi mereka hanya berpendidikan rendah. Sedangkan, pekerjaan dalam sektor formal membutuhkan berbagai persyaratan yang berlebih. Maka dari itu penghasilan mereka jika dibandingkan sektor formal sangat jauh dan untuk bertahan hidup mereka harus berjuang keras. Dengan adanya perjuangan untuk dapat bertahan dalam kerasnya kehidupan di kota, membuat mereka menghadapi berbagai macam permasalahan yang seringkali berujung pada kekerasan. Sikap yang tempramental atau emosional merupakan salah satu ciri fisik yang menonjol dari para pengamen tersebut. Hal ini dikarenakan keadaan lingkungan yang mempengaruhi, sehingga sedikit salahpaham ataupun adanya persaingan dalam hal lahan pekerjaan diantara mereka akan menimbulkan konflik yang berujung pada kekerasan. Kekerasan dapat berupa pengeroyokan, perkelahian juga tawuran dan lain sebagainya. Kesimpulan Dari permasalan diatas, memang sering terjadi konflik antar kelompok, misalnya antara pengamen tetap dan pengamen tidak tetap yang berada di alunu-alun kota malang tersebut. Banyak fakor terjadinya konflik seperti permasalahan di atas, yaitu karena perebutan lahan mengamen, dimana pada saat itu krisis ekonomi juga ikut berpengaruh. Sumber http://www.wikipedia.org/

Senin, 03 Oktober 2011

Tugas ke-1 Softskill Teori Organisasi Umum 1

Nama : Dyna marlyna Suryani NPM : 19110250 Kelas : 2KA24 Organisasi Nirlaba Pendahuluan Organisasi adalah merupakan struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang mempunyai tingkat manajemen yang tinggi. Teori adalah suatu kerangka yang merupakan alat pikir untuk membantu suatu rumusan tertentu yang bias dikembangkan. Umum adalah suatu pedoman yang diberikan orang terbuka atau sekitarnya yang mampu memberi sproses pekerjaan. Jadi, Teori organisasi umum bisa diartikan sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya adalah suatu pikiran yang merupakan sekelompok orang yang membagi tugas dengan cara struktur untuk mendapatkan pedoman yang ingin dicapai bersama-sama. Teori Organisasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu organisasi laba dan organisasi nirlaba. Organisasi nirlaba/ non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah. Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi. Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba atau organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan memiliki ciri-ciri: a. Sumber daya entitas b. Menghasilkan barang /jasa tanpa bertujuan menumpuk laba c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis Adapun penjelasan dari ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: a. Sumber daya entitas Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. b. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para atau pemilik entitas tersebut. c. Tidak ada kepemilikan Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau pembubaran entitas Pembahasan Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba/ non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah. Contoh organisasi nirlaba yang akan dibahas adalah tentang rumah sakit. Hampir seluruh dunia jika ada yang sakit pasti akan berobat ke rumah sakit atau klinik terdekat. Karena di rumah sakit tersebut, mereka mendapatkan pelayanan yang memuaskan, seperti diobati oleh dokter, dirawat oleh suster, ruangan yang nyaman dan bersih, dan juga suasana yang tenang. Tujuan di bangunnya rumah sakit agar masyarakat yang sedang sakit bisa segera sembuh. Rumah sakit selalu di identikkan dengan biaya yang mahal dan sebagainya. Namun, tidak semua rumah sakit biayanya mahal dan hanya orang-orang beruanglah yang bisa merasakan dirawat atau berobat di rumah sakit. Contohnya seperti di klinik publik, disana orang-orang yang tidak mampupun bisa berobat disana karena klinik tersebut tidak memerlukan biaya atau ada juga yang sukarela dibayar berapa saja, karena inti dari dibuatnya klinik publik itu supaya masyarakat Indonesia bisa berobat ataupun dirawat tanpa harus khawatir dengan masalah biaya dan bisa sembuh seperti biasanya. Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_nirlaba http://sijabatemanuela.blogspot.com/2008/06/ciri-ciri-organisasi-nirlaba.html http://achmadsulaiman.blogspot.com/2010/09/tulisan-2-pengertian-teori-organisasi.html

Senin, 09 Mei 2011

BAB 10 Manusia dan Kegelisahan (Tulisan Ke-2)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

Kegelisahan seorang Ibu
By samsuridjal

Ketika pelukis Afriani beserta keluarga pindah ke Jakarta dari Batam, dia tentu berharap dapat menikmati kehidupan yang lebih baik. Bukanlah Jakarta merupakan ibu kota negara, kota yang penuh dengan gedung bertingkat dan kota yang menjanjikan kesempatan bagi orang-orang kreatif. Afriani kemudian berdiam bersama warga lain di pemukiman kumuh. Dia menyaksikan anak-anak yang harus bermain di rel kereta api, pedagang pinggir jalan yang berkali-kali terkena razia dan anak-anak yang harus mengerjakan pekerjaan sekolah di kamar sumpek. Air bersih sukar didapat. Ke toilet harus bergantian. Jakarta ternyata bukanlah kota yang ramah untuk keluarga Afriani. Untuk hidup di Jakarta perlu biaya dan biaya hidup yang layak ternyata tidak sedikit. Kehidupan mereka yang berjuang hidup di perumahan kumuh dan pedagang yang setiap hari berjualan di pinggir jalan dalam suasana yang tak tenang terekam dalam lukisan Afriani. Ketika setiap hari dia melihat bahkan ikut merasakan kehidupan tersebut dia mencurahkan kegelisahannya di kanvas. Betapa tidak gelisah, sebagai seorang perempuan, juga seorang ibu dia mendambakan kehidupan yang layak untuk anaknya tumbuh dan berkembang. Gizi yang baik, sekolah, tempat bermain serta lingkungan sosial yang mendukung anak tumbuh dan berkembang menjadi remaja harapan bangsa. Namun kenyataannya dia menyaksikan anak-anak ketakutan ketika melihat razia kamtib, anak-anak telah menyaksikan kekerasan dan ketidakadilan. Haruskah Afriani menyerah pada keadaan dan hanya memotret lingkungannya?

Pada bulan April ini kita kembali mengenang Ibu Kartini. Ibu kartini hidup dalam zaman penjajahan. Beliau juga waktu itu terkungkung dalam lingkungan adat jawa yang belum mendukung pengembangan cita-cita seorang perempuan. Namun Ibu Kartini tak menyerah. Pikirannya melambung jauh. Beliau memikirkan perkembangan perempuan Indonesia. Pikirannya, sekurangnya seperti yang tercatat dari surat-suratnya kepada sahabatnya di negeri Belanda menggambarkan pemikiran yang dalam dan jauh kedepan. Suasana lingkungan yang tidak menguntungkan waktu itu, tidak menjadikan Ibu Kartini tumbuh kerdil. Bahkan tantangan yang dihadapinya dan kehidupan sehari-hari yang disaksikannya menjadi ilham baginya untuk kemajuan perempuan Indonesia.

Afriani juga dapat menjadikan kegelisahannya menjadi hal yang positif. Dia tak perlu hanya berkeluh kesah. Kemiskinan, ketidakadilan yang disaksikannya sehari-hari dapat menjadi titik tolak untuk mengadakan perubahan. Kita harus menjadi masyarakat yang lebih sejahtera, berpendidikan dan memiliki taraf kesehatan yang lebih baik. Lukisan Afriani banyak menggambarkan kehidupan ibu dan anak. Ternyata di tengah kesulitan yang dihadapi kita dapat menyaksikan ibu yang penuh kasih sayang memandikan anaknya. Anak-anak yang dengan gembira bermain bola dan tak kalah pentingnya anak-anak yang tetap belajar meski di kamar sumpek. Di lukisan Afriani kita menmyaksikan mata-mata yang penuh harapan. Kita tak menyaksikan kebencian dan dendam karena perubahan yang kita harapkan di masyarakat hendaknya dilakukan dengan empati dan kasih sayang. Mudah-mudahan lukisan Afriani yang dipamerkan ini, sempat disaksikan oleh mereka yang memimpikan perubahan nyata pada masyarakat miskin. Para pejabat, aktivis LSM, tokoh agama, akademisi serta anggota masyarakat lain hendaknya peduli pada keadaan yang dilukiskan Afriani serta tergerak hati mereka untuk merubahnya.

OPINI
Menurut saya, seorang ibu wajar saja jika mengkhawatirkan anaknya, berarti sang ibu tersebut sayang terhadap anaknya sendiri, dan sebagai anak jangan malu ataupun jengkel terhadap ibunya jika diperlakukan manja seperti itu, seharusnya sebagai anak senaang karena ibu kita sayang dan peduli terhadap anaknya.

SUMBER
http://samsuridjal.wordpress.com/2010/03/30/kegelisahan-seorang-ibu/

BAB 10 Manusia dan Kegelisahan (Tulisan Ke-1)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

Kegelisahan dan Ketakutan Menjelang Kelahiran Bayi
Pada setiap wanita, baik yang bahagia maupun yang tidak bahagia, apabila dirinya jadi hamil : pasti akan dihinggapi campuran rasa, yaitu : rasa kuta dan berani menanggung segala coba, dan rasa-rasa lemah hati, takut, ngeri; rasa cinta dan benci; keragu-raguan dan kepastian; kegelisahan dan rasa tenang bahagia; harapan penuh kegembiraan dan kecemasan, yang semuanya menjadi semakin intensif pada saat mendekati masa kelahiran bayinya.
Sebab-sebabnya antara lain :
1) Takut Mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomenon fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak kalis dari resiko-resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses kelahiran yang normal sekalipun senantiasa disertai pendarahan dan kesakitan-kesakitan hebat. Peristiwa inilah yang menimbulkan ketakutan-
Universitas Sumatera Utara
ketakutan; takut mati, baik kematian dirinya sendiri, maupun anak bayi yang akan dilahirkan.
2) Trauma Kelahiran
Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada wanita pada saat melahirkan bayinya, ada pula ketakutan-lahir. (takut dilahirkan didunia ini) pada anak bayi, yang kita kenal sebagai ”trauma Kelahiran” . trauma kelahiran ini berupa ketakutan akan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ktakutan “hipotetis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
3) Perasaan bersalah / Berdosa
Dalam semua aktivitas reproduksinya, wanita itu banyak melakukan identifikasi terhadap ibunya. Jika identifikasi ini menjadi salah-bentuk. Dan wanita tadi banyak mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya. Maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi sebagai ibu yang bahagia; sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh rasa berdosa.
4) Ketakutan riil :
a. Takut kalau-kalau bayinya akan lahir cacat, atau lahir dalam kondisi yang patologis.
b. Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri dimasa silam.
c. Takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh lahirnya sang bayi.
Universitas Sumatera Utara
d. Munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya.
e. Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamilan sampai waktu melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdosa atau bersalah.

OPINI
Menurut saya seorang wanita yang ingin melahirkan pasti sangat gelisah dan takut, takut akan ddirinya yang tidak selamat ataukah bayinya yang tidak selamat, karena setiap wanita itu pasti merasakan sakit yang luar biasa dan waktu untuk melahirkan itu biasanya lama dan jika si ibu tidak kuat itu bisa berbahaya bagi dirinya dan juga bisa berbahaya bagi bayi tersebut

SUMBER
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16502/4/Chapter%20II.pdf

Minggu, 01 Mei 2011

BAB 11 Manusia dan Harapan (Tulisan Ke-2)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

Ada 4 lilin yang menyala.
Sedikit demi sedikit habis meleleh.Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka (keempat lilin tersebut).
Yang pertama berkata:
“Aku adalah Damai.”
“Namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”
Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata:
“Aku adalah Iman.”
“Sayang aku tak berguna lagi.”
“Manusia tak mau mengenaliku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.”Begitu
selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:
“Aku adalah Cinta”
“Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.”
“Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.”
“Mereka saling membenci, malah membenci mereka yang mencintainya, membenci
keluarganya.”
Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam.
Kerana takut akan kegelapan itu, si anak berkata:
“Eh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan!”

Lalu si anak menangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:“Jangan takut,
Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

” Akulah H A R A P A N “
Dengan mata bersinar, si anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N yang ada dalam hati kita. Semoga ia dapat menjadi alat, seperti si anak tersebut yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

OPINI
Menurut saya, damai, iman, cinta bisa luntur jika ada godaan atau cobaan yang melanda setiap manusia, tetapi jika harapan tidak akan pernah mati begitu saja karena harapan akan selalu timbul didalam hati setiap manusia dan tidak ada yang bisa menghilangkan harapan seorang tersebut.

SUMBER
http://aubreyade.wordpress.com/2009/11/10/cerita-tentang-harapan/

BAB 11 Manusia dan Harapaan (Tulisan Ke-1)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

“Harapan adalah sarapan yang baik, Tetapi makan malam yang buruk.”
– Francis Bacon

Kita harus hidup dengan harapan, tetapi kita tidak bisa hidup menggantung semata pada harapan. Adalah baik untuk berharap yang terbaik. Tetapi hal itu tidak cukup. Kita tidak bisa hanya berharap – kita harus bertindak.

Sangat menyedihkan, bahwa banyak hal digantung berlebihan pada harapan – demi perbaikan nasib. Berharap yang terbaik belum menghasilkan apa-apa. Bekerja dan bertindak – disertai dengan
harapan di dalam hati – adalah hal yang membawa hasil. Kombinasi yang sempurna. Harapan tidak akan mengecewakan – selama hal itu disertai dengan tindakan dan komitmen.
Harapan tidak bisa mengganti tindakan. Kerjakan apa yang harus dikerjakan – ada atau tidak ada harapan. Harapkan yang terbaik dan kerjakan apa saja yang memungkinkan harapan itu terwujud.

Mulai hari baru anda dengan harapan, dan sambung dengan kerja dan karya. Biarkan harapan menginspirasikan anda, ketimbang membuai anda. Harapkan yang terbaik, dan bayar setiap ongkosnya. Harapan bergantung pada ANDA.

Apa yang Memotivasi Para Bilyuner..?
Pernahkah terpikir oleh anda, apa yang memotivasi para bilyuner? Bahkan jauh hari sebelum menjadi bilyuner – kekayaan yang mereka kumpulkan telah mencukupi untuk hidup mereka, anak mereka, cucu mereka, atau bahkan generasi selanjutnya.

Kebanyakan bilyuner adalah pekerja keras. Bangun pagi-pagi – lalu pergi bekerja hingga larut malam. Mereka melakukan itu – tentu bukan lagi karena sekedar mengejar uang. Lalu apa yang mereka kejar? Apakah itu keserakahan? atau kekuasaan? Mungkin. Tetapi secara umum, orang-orang pelit / serakah – jarang beroleh sukses – karena mereka tidak memberi nilai lebih pada orang lain. Kebanyakan bilyuner modern masa kini, tidak menjadi bilyuner karena kikir.

Para bilyuner termotivasi oleh cita-cita mereka. Cita-cita untuk membuat perbedaan, sehingga dunia menjadi berbeda karena mereka ADA. Motivasi ini yang memampukan mereka untuk menjadi bilyuner. Dan karena hal itu pula mereka tetap bisa bekerja keras – sekalipun telah menjadi bilyuner.

Apakah anda ingin hidup seperti seorang bilyuner? Mudah sekali. Berhentilah bekerja hanya untuk sekedar hidup – dan buat perbedaan. Sekalipun di hari terburuk

Hidup adalah kemewahan, hidup adalah kegembiraan – sekalipun di hari terburuk. Kenyataan bahwa anda saat ini hidup sehingga bisa membuat keputusan, bisa melaksanakannya, dan mampu membuat perbedaan – jauh lebih berharga ketimbang segala kesulitan dan kekecewaan yang mungkin menghadang.

Saat dunia gelap – hidup adalah alasan mengapa anda harus menjadi cahaya.

Kualitas hidup anda tidak tergantung pada apa yang anda temui, tetapi pada seperti apa anda setelah melewati segala tantangan. Hari ini adalah hari istimewa – karena anda diperbolehkan masuk ke hari ini. Ada kesempatan untuk tumbuh – dan mencapai cita-cita anda ke segala arah. Bila orang di sekitar anda pencemooh dan pendengki – anda punya kesempatan untuk membuat – bahwa KARENA ANDA – lingkungan anda bisa berubah ke arah lebih baik. Tantangan kesulitan yang ada di depan anda menyembunyikan harta karun nyata yang menunggu untuk digali.

Hati kecil anda sudah mengerti hal ini. Hidup adalah indah – bila anda menerima hidup sebagai kesempatan. Di mana pun anda, apapun yang anda hadapi, ambil keputusan untuk menikmati keindahan itu setiap hari. Dan saat anda mengambil pilihan ini – dunia di sekeliling anda pun akan menjadi lebih baik.

OPINI
Setiap manusia pasti memiliki harapan dan keinginan masing-masing walaupun terkadang ada saja harapan tersebut tidak sesuai. Boleh saja kita selalu berharap akan sesuatu yang kita inginkan, tetapi jangan sampai kita terus berharap tanpa adanya usaha. Jadi seimbangkanlah antara usaha dan harapan

SUMBER
http://www.resensi.net/harapan/2009/03/

Minggu, 17 April 2011

BAB 9 Manusia dan Tanggung Jawab (Tulisan Ke-2)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

Tanggung Jawab Seorang Siswa

Tanggungjawab mungkin bisa diartikan sebagai konsekuensi yang harus diterima atau dijalankan terhadap apa yang sudah dilakukan atau dijalani. Kita sering mendengar kata “lepas tanggungjawab” artinya tidak mau mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan (lempar batu sembunyi tangan). Ada tihal penting yang harus dipahami dan dijalankan oleh seorang siswa atau pelajar berkenaan dengan tanggungjawab.

1. Tanggungjawab sebagai seorang pelajar/siswa

Setiap siswa harus menanamkan rasa tanggungjawab pada diri masing-masing. tanggungjawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah. Artinya setiap siswa wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali. Tap kenyataannya banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban mereka sebagai pelajar. siswa berangkat ke sekolah tidak lagi untuk tujuan belajar, akan tetapi dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan teman-teman, ngobrol dan lain sebagainya. sementara tugas sejatinya untuk belajar dan menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok. tapi ini realita dan potret siswa masa kini. selalu menginginkan sesuatu tanpa bersusah payah. menyerah sebelum berjuang, kalah sebelum bertanding.

2. Tanggungjawab sebagai seorang anak

Banyak siswa tidak menyadari atau menyadari tapi tidak mau melakukan penyadaran diri, bahwa orangtua tidak menginginkan banyak hal pada dirinya. hanya satu yang diinginkan oleh orangtua yaitu anak saya bisa bersekolah, belajar dengan baik dan kelak lulus mempunyai kehidupan lebih baik dari orangtuanya. sekali lagi, hanya itu wahai para siswa tercinta. Tidak kah kita pernah membayangkan, bagaimana orangtua membanting tulang mencari biaya untuk kita bersekolah. tidak pernah terbersit sedikit-pun dalam benak mereka agar kalian mengganti apa yang sudah diberikan. Tidak kah pernah kita pikirkan, bagaimana orangtua kita memutar otak untuk kita, tapi apa balasan yang kita berikan. semuanya kita balas dengan kemalasan dan kebohongan. kita malas bersekolah, berbohong ke sekolah tapi tidak sampai. sekali lagi inilah potret siswa masa kini (walaupun tidak semua)

3. Tanggungjawab sebagai seorang hamba

Sudahkah kita menjalankan kewajiban kita sebagai orang yang beragama. Banyak diantara kita yang mampu secara akademis, tercukupi dari segi materi tapi jiwanya kosong karena tidak tersentuh oleh nilai-nilai ibadah. Untukmu para siswa, jalankan kewajiban sebagai umat, jangan banyak meminta tapi mengabaikan tugasmu sebagai seorang hamba. Kita mendekatkan diri pada-Nya manakala kita berada pada kondisi terjepit dalam kehidupan. Bayangkan betapa indahnya hidup kita seandainya ketiga tanggungjawab ini seiring sejalan atau saling terintegrasi. Insya Allah akan terbentuk siswa-siswa yang cerdas akademik dan pribadi yang sholeh sehingga pada akhirnya akan lahir generasi penerus yang membanggakan.

OPINI
Sebagai siswa harus mematuhi tanggung jawab yang telah diberikan oleh sekolah, salah satunya harus berpakaian rapih, mematuhi aturan yang ada, dan yang terpenting belajar yang rajin agar bisa naik kelas. Kita juga sebagai anak memiliki tanggung jawab yang besar yaitu mematuhi kedua orang tua, dan tunduk kepada Allah SWT sebagai seorang muslim.

SUMBER
http://hlasrinkosgorobogor.wordpress.com/2008/10/24/tanggungjawab-seorang-siswa/

BAB 9 Manusia dan Tanggung Jawab (Tulisan Ke-1)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

Jakarta - Para anggota dari fraksi-fraksi di DPR yang belakangan menolak pembangunan gedung baru diminta tak lari dari tanggung jawab dengan alasan warisan DPR periode 2004-2009. Pembangunan Gedung Baru DPR adalah keputusan DPR periode sekarang, jangan sembunyi!

"Yang mutuskan kan kita sekarang, periode yang lalu ya lalu. Kita nggak usah lari dari tanggung jawab. Ini kan sudah dilalui, jadi ya tanggung jawab kita," jelas Sekjen Golkar Idrus Marham.

Hal itu disampaikan Idrus di sela-sela sidang paripurna DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2011).

Karena para anggota DPR periode 2009-2014 yang memutuskan, maka harus gentle dan jangan lari. Apalagi berkata mencla-mencle.

"Karena kita yang mutuskan kita yang gentle. Ini kan seolah-olah semua sembunyi. Katanya mencla-mencle. Yang penting faktanya bisa dipertanggungjawabkan dan yang punya tanggung jawab itu yang mutusin," jelasnya.

Mengenai ruangan DPR yang budgetnya Rp 800 juta per anggota Dewan, bisa dibicarakan lagi bentuknya seperti apa. Mengenai sikap Golkar, dalam rapat konsultasi membahas gedung baru hari ini, Golkar tetap setuju gedung baru karena yang sekarang sudah melebihi kapasitas.

"Siapa yang mau beli baju ya silakan saja. Masalah gedung itu yang penting sederhana, kita harus realistis bahwa parlemen butuh ruangan. Yang sekarang overload. Yang menjadi persoalannya itu modelnya seperti apa?" kata Idrus.

Namun Idrus menampik kelebihan kapasitas itu karena staf ahli anggota Dewan yang banyak, hingga 5 orang. Menurutnya, anggota Dewan tak membutuhkan staf ahli sebanyak itu.

"Ah itu kebanyakan. Menurut saya 2 atau 3 orang lah. Yang perlu ditingkatkan itu kapasitas anggota Dewan, bukan banyaknya staf," tegasnya.

OPINI
Para anggota DPR itu rata-rata hanya mementingkan diri sendiri saja, tanggung jawab yang diberikan untuk masyarakat kurang.

SUMBER
http://www.detiknews.com/read/2011/04/05/120400/1608832/10/idrus-marham-gedung-baru-dpr-tanggung-jawab-kita-jangan-lari

Rabu, 13 April 2011

BAB 8 Manusia dan Pandangan Hidup (Tulisan Ke-2)

Nama : Dyna Marlyna Suryani
NPM : 19110250
Kelas : 1KA24

KISAH PANDANGAN HIDUP

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin.
Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin. Sambil menceritakan bagaimana rahasia ayahnya dapat sesukses ini dan memiliki masa depan yang sangat lebih dari cukup.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. “Bagaimana perjalanan kali ini?”
“Wah, sangat luar biasa Ayah”

“Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin” kata ayahnya.
“Oh iya” kata anaknya

“Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?” tanya ayahnya.
Kemudian si anak menjawab.
“Saya saksikan bahwa :

Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.
Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.
Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.
Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.
Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.
Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.
Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.
Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.”
Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.
Kemudian sang anak menambahkan “Terimakasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya kita.”

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya.
Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain.
Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Bagaimana kita menyikapi hidup ini karena hidup ini menyimpan banyak sekali rahasia masa depan yang terpendam. Misteri itu masih menunggu untuk digali menggunakan potensi yang ada dalam diri kita.

OPINI
Menurut saya, dari kisah diatas ini bahwa sebagai makhluk sosial harus saling bertoleransi dan bersosialisasi satu sama lain, jangan ada deskriminasi karena makhluk Tuhan diciptakannya sama saja jadi tidak perlu ada yang mengagungkan diri sendiri atau merendahkan orang lain.

SUMBER
http://umum.kompasiana.com/2009/06/01/kisah-pandangan-hidup-manusia/

Minggu, 10 April 2011

BAB 8 Manusia dan Pandangan Hidup (Tulisan Ke-1)

NAMA : DYNA MARLYNA SURYANI
NPM : 191110250
KELAS : 1KA24

Suasana kelas VI B SD Suka Cerdas mendadak hening setelah Bu Wati guru Bahasa Indonesia masuk ke ruang kelas. Bu Wati memperhatikan semua muridnya. “Sebentar lagi kalian semua akan meninggalkan bangku SD dan melanjutkan ke bangku SMP. Untuk itu, ibu menyuruh kalian agar mempersiapkan sebuah karangan bebas tentang cita-cita kalian setelah selesai menamatkan pendidikan. Besok, satu per satu akan membacakan hasil karangannya di depan kelas,” kata Bu Wati kepada seluruh murid.

Tanpa diperintahkan lagi, seluruh anak didik yang berada di dalam kelas sibuk membuat karangan. Suasana yang tadinya hening mendadak riuh karena murid yang satu dengan murid yang lain saling menanyakan apa cita-citanya nanti. Melihat hal itu, Bu Wati meminta agar semua murid mengerjakannya sendiri-sendiri.

“Ingat, jangan ada yang saling mencontek karena cita-citamu itu adalah keinginan yang akan kalian raih sendiri,” tegas Bu Wati.

Di bangku belakang, Roni terlihat tidak bersemangat padahal teman sebangkunya yang bernama Tono sedang berpikir sambil menuliskan cita-citanya itu ke dalam buku. Roni bingung karena ia belum bisa memikirkan apa cita-citanya nanti karena kehidupan keluarganya yang masih serba kekurangan. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Bapaknya hanya penarik becak barang sedangkan ibunya hanya pembantu rumah tangga.

“Apa pantas aku memiliki sebuah cita-cita setelah selesai menamatkan sekolah…? Padahal aku ingin jadi seorang polisi agar bisa berdiri mengatur lalu lintas. Karena kulihat pakaian seragamnya bagus dan gagah,” desis Roni dalam hatinya.

Tak lama kemudian, bel pulang sekolah berbunyi. Bu Wati meminta kepada seluruh murid agar tugas dikerjakan di rumah dan dikumpulkan besok. Bu Wati akan memberikan penilaian kepada murid yang paling bagus dalam mengarang itu.

Dengan langkah yang tak bersemangat, Roni pulang menuju rumahnya. Setelah mengucapkan salam, ia masuk ke dalam rumah. Usai makan siang, ia menemui ayahnya yang sedang beristirahat di depan sambil menikmati hidangan kopi pahit yang dibuat oleh ibunya.

“Ayah, tadi ibu guru memberikan tugas mengarang tentang apa cita-cita setelah lulus pendidikan. Roni berkeinginan jadi seorang polisi. Agar bisa berdiri tegak di perempatan jalan mengatur lalu lintas karena Roni senang melihatnya. Dengan pakaian seragam yang bagus membuat bapak polisi lalu lintas itu terlihat gagah,” ucap Roni sambil memijit-mijit kaki ayahnya.

Mendengar ucapan putranya itu, ayah Roni tertawa terbahak-bahak.

“Roni, kau ini aneh. Cita-citamu ingin menjadi polisi lalu lintas. Dari mana jalannya bisa kau raih. Untuk biaya sekolahmu saja, ayah dan ibumu tepaksa ngutang ke Pak Muslim. Belum lagi, biaya sekolah adikmu Sri dan Dini. Syukur saja ayah dan ibumu bisa menyekolahkanmu sampai SD. Sedangkan untuk SMP nantinya? Ayah dan ibu belum tahu apakah bisa menyekolahkan kau nantinya. Jadi, jangan pernah berhayal bisa jadi polisi,” kata ayah Roni sambil tersenyum.

“Tapi, Yah. Si Tono yang bapaknya pedagang asongan di perempatan jalan itu mempunyai cita-cita ingin jadi seorang guru. Agar bisa membuat orang pintar dan cerdas. Malahan, si Rini yang bapaknya penjahit itu ingin menjadi seorang dokter. Agar bisa nantinya mengobati orang yang sakit,” ujar Roni panjang lebar.

Untuk kedua kalinya, ayah Roni tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan putranya itu.

“Dengar ya! Itu semua hanya khayalan saja. Dari mana mereka mendapat uang untuk bisa meraih cita-citanya itu? Tak usah kau dengar apa cita-cita mereka. Cukup tugasmu bagaimana menyelesaikan sekolah di SD dengan bagus. Biar nanti, ayah dan ibumu tinggal memikirkan biaya sekolah kedua adikmu itu,” ucap ayah Roni sambil memandang putranya.

Mendengar ucapan ayahnya, Roni langsung masuk ke dalam rumah. Ia menumpahkan semua kesedihannya karena keinginan atau cita-citanya yang bagus itu ternyata tidak mendapat dukungan dari ayahnya. Di dalam kamar, ia menangis tersedu.

“Mengapa ayah tidak memberi dukungan kepadaku…? Apa salah bila aku bercita-cita jadi polisi setelah selesai pendidikan, seorang petugas polisi lalu lintas itu kan mulia, mengatur arus lalu lintas dan manusia ke berbagai tujuan,” desis Roni sambil menangis.

Walaupun begitu, malam harinya Roni tetap mengerjakan tugas dari gurunya. Karena ia tak mau nanti dimarahi gurunya gara-gara tidak mengerjakan tugas. Dengan serius, ia menuliskan keinginannya untuk menjadi seorang polisi walau ayahnya tidak mendukung cita-citanya itu.

Keesokan harinya setelah usai sarapan pagi bersama kedua orangtuanya dan juga adiknya. Roni mengucapkan salam untuk pergi ke sekolah. Ia mencium telapak tangan kedua orangtuanya. Dengan riang gembira, Roni terlihat bersemangat berjalan ke sekolah.

Setelah bel tanda masuk berbunyi, para murid SD Suka Cerdas segera berbaris rapi masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Kedatangan Bu Wati disambut dengan ucapan salam dari seluruh muridnya dan menyuruh semua muridnya untuk kembali duduk.

“Sekarang keluarkan tugas mengarang yang ibu suruh kemarin. Ibu akan memberikan nilai kepada murid yang paling bagus dalam menuangkan cita-citanya,” ujar Bu Wati kepada seluruh murid.

Satu per satu murid mengeluarkan buku yang berisikan tugas mengarang. Dengan hati yangberdebar, setiap murid saling memperhatikan antara yang satu dengan yang lainnya ketika buku tugas itu dikumpulkan. Bu Wati dengan serius melihat isi karangan setiap muridnya. Kemudian, Bu Wati meminta kepada Roni untuk membacakan hasil karangannya di depan kelas. Roni tersedak dari lamunannya ketika Bu Wati memanggil namanya. Kemudian, ia berjalan ke depan dan membacakan hasil karangannya setelah Bu Wati memberikan buku tugas kepadanya.

“Cita-citaku ingin mejadi seorang polisi lalu lintas. Karena aku melihat pakaian seragamnya bagus dan penampilannya gagah serta berwibawa. Ia mengatur lalu lintas sambil meniupkan peluit. Sehingga arus lalu lintas berjalan lancar. Walau cita-citaku ini tidak mendapat dukungan dari orangtua, aku tetap berusaha keras untuk bisa mewujudkan keinginanku ini. Walau keadaan ekonomi keluarga kurang bagus tapi aku tidak mau diam dan berpangku tangan begitu saja. Aku akan tetap rajin belajar dan berusaha dengan sekuat tenaga agar nantinya cita-citaku ini dapat tercapai,” ucap Roni dengan bersemangat.

Setelah selesai membacakan hasil karangannya, Bu Wati tersenyum manis kepada Roni. Kemudian Bu Wati meminta kepada Rini untuk tampil di depan kelas membacakan hasil tugasnya. Begitu selanjutnya hingga semua murid bergiliran tampil di depan kelas. Bu Wati bangga usai mendengar cita-cita muridnya itu. Ada yang ingin jadi polisi, guru, dokter, atlit bahkan ada yang ingin jadi menteri.

“Itu semua adalah cita-cita yang bagus. Untuk itu, kalian harus tetap bersemangat dan rajin belajar. Walau keadaan ekonomi keluarga kurang bagus, jangan membuat kalian patah semangat dan akhirnya impian untuk meraih cita-cita itu kandas di tengah perjalanan. Bukan begitu, Roni? Raih keinginan kalian itu dengan cara belajar dan bekerja keras. Ibu yakin kedua orangtua kalian akan mendukung jika kalian mempunyai prestasi yang bagus. Tak ada orangtua yang tak ingin anaknya menjadi orang yang tak berguna,” ucap Bu Wati dengan panjang lebar memberi semangat.

Ternyata setelah semua tugas diperiksa dengan cermat oleh Bu Wati, Roni memperoleh angka sembilan. Karena hasil karangannya bagus dan menarik. Begitu melihat angka sembilan, Roni tersenyum bangga. Ia tak menyangka kalau hasil karangannya ternyata lebih baik dari teman-temannya.

Hingga akhirnya, ia mempunyai rencana ingin menunjukkan hasil karangannya kepada ayahnya. Agar ayahnya bisa mendukung cita-citanya yang ingin menjadi seorang polisi.

“Apa aku salah bila anak seorang tukang becak ingin menjadi polisi? Tidak! Itu tidak salah. Aku akan berusaha agar cita-citaku itu dapat terwujud nantinya,” desis Roni di dalam hatinya penuh semangat.

OPINI
Menurut saya, semua manusia berhak mempunyai cita-cita agar masa depannya menjadi cerah, tidak mengenal latar belakang apapun.

SUMBER
http://aquamarrine.co.cc/cerita-anak-anak/cerita-anak-anak-cita-cita-anak-tukang-becak/

Sabtu, 02 April 2011

BAB 7 MANUSIA DAN KEADILAN (Tulisan ke-2) Softskill

NAMA : DYNA MARLYNA SURYANI
NPM : 19110250
KELAS : 1KA24

PRODUK KEADILAN SEPANJANG GALAH
Hiruk pikuk memperingati 100 hari pemerintahan SBY-Boediono dapat diukur setidaknya dari dipenuhinya janji tentang penegakkan hukum. Alat ukurnya berupa produk keadilan yang memihak pada suara rakyat yang tumbuh dari peradilan mandiri.

Menegakkan keadilan tidak sama dengan menegakkan hukum. Yang satu berada pada tataran moral yang satu lagi bersumber pada hukum formal. Tataran moral bersumber pada nilai-nilai yang dianut masyarakat. Tataran formal bersumber pada kemauan penguasa.


Sudah merupakan sifat dasar atau karakteristik setiap pengadilan di semua lingkungan peradilan di Indonesia bahwa di dalam melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara harus memiliki sikap mandiri. Putusan pengadilan yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat tidak dapat terwujud apabila dalam proses penjatuhan keputusannya hakim mendapat pengaruh kuat atau tekanan dari pihak diluar kekuasaan kehakiman.
Putusan yang jauh menyimpang dari rasa keadilan masyarakat akan menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan.
Apabila sementara ini pengadilan diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai benteng terakhir keadilan, maka tidak tertutup kemungkinan dapat bergeser fungsinya menjadi benteng terakhir kekuasaan kehakiman. Terlebih lagi dengan adanya komitmen bangsa dan negara ini untuk mendeklarasikan secara aklamasi sebagai negara hukum seperti yang tertuang dalam dalam UUD 1945.
Maka adanya lembaga peradilan bebas merupakan salah satu pilar yang tidak dapat ditinggalkan di samping pilar lainnya yaitu adanya pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia di segala aspek dan juga adanya prinsip legalitas dalam arti hukum dalam segala hal adalah mutlak sangat diperlukan keberadaannya.
Masyarakat sangat berkepentingan terhadap peran lembaga yang mau dan mampu mengayomi masyarakat. Lembaga pengadilan yang ideal adalah lembaga yang dapat menyerap aspirasi masayarakat tentang makna keadilan dan kebutuhan hukum masyarakat yang nantinya akan diterjemahkan ke dalam putusan yang dijatuhkannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa praktik peradilan akhir-akhir ini telah menunjukkan adanya keberpihakan. Sikap keberpihakan adalah sangat bertentangan dengan jiwa semangat eksistensi lembaga pengadilan itu sendiri yang wajib memperhatikan, memperlakukan, dan memberikan kesempatan yang sama kepada pihak yang bersengketa (equality before law).
Mengenai pentingnya kebebasan pengadilan di era penegakan hukum dan peningkatan supremasi hukum saat ini, pemerintah sebenarnya sudah menyadari kelemahan struktur lembaga pengadilan di masa lalu. Dimulai dengan UU No 19/1964 yang memberi peluang Presiden maupun penempatan Mahkamah Agung di bawah kekuasaan Presiden, yang kemudian dicabut dengan UU No 14/1970.
Dalam Undang Undang No 14/1970 dapat diketahui bahwa secara nonjudicial masing-masing lingkungan peradilan secara organisatoris, administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen dan dalam menjalankan fungsi judicial berada di bawah kendali MA. Dengan berlakunya Undang Undang No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan Badan Peradilan di bawahnya dan oleh MK.

Prioritas
Badan Peradilan di bawah MA meliputi badan peradilan dalam lingkup Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan PTUN. Yang menjadi pertanyaan apakah serangkaian peraturan yang menjadi hukum positif tersebut telah mengatur secara tegas tentang jalan ke luar yang ditempuh apabila realitas menunjukkan telah terjadi pertentangan antara nilai keadilan dan kepastian hukum? Pada perkara ini, nilai manakah yang harus diprioritaskan?
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa hal tersebut tidak secara tegas diatur secara eksplisit dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif. Meski dalam rancangan atau konsep Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) baru telah dicantumkan tentang keseimbangan antara kepastian hukum yang merupakan hukum formal dan nilai keadilan yang bersifat patokan materiil, perancang KUHP baru tampaknya menyadari bahwa keduanya, yakni keadilan dan kepastian hukum akan menjadi sumber konflik atau pertentangan. Dan akhirnya perancang KUHP baru meyakini dalam konflik ini tentunya harus ada salah satu yang dimenangkan, yakni nilai keadilan.
Dari penjelasan di atas, telah nyata gambaran yang kita peroleh bahwa sesungguhnya pada yuris atau ahli hukum kita menghendaki terciptanya keseimbangan antara nilai keadilan dan kepastian hukum. Dan jika kemudian timbul konflik antara keduanya tentu keadilan yang harus mendapat pemihakan. Namun muncul dilemma, apakah demi keadilan harus mengorbankan kepastian hukum? Jawabannya sudah barang tentu tidak.
Dengan demikian tugas hakim ke depan tidaklah seperti mesin robot yang bekerja secara mekanis. Sebab ia harus menegakkan keadilan dan sekaligus menegakkan hukum. Senyampang dengan itu untuk menilai proses penegakkan keadilan di 100 hari pemerintahan SBY-Boediono tentunya ukuran yang paling mudah adalah seberapa besar putusan pengadilan yang ada selama ini mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Artinya proses pengadilan ini seperti perjalanan panjang dan produk keadilan hanyalah sepanjang galah. - Oleh : Muhammad Taufiq, Advokat Mahasiswa S3 Ilmu Hukum

OPINI
Menurut saya, setiap manusia berhak diberi keadilan dan mengenai pentingnya kebebasan pengadilan di era penegakan hukum dan peningkatan supremasi hukum saat ini, pemerintah sebenarnya sudah menyadari kelemahan struktur lembaga pengadilan di masa lalu

SUMBER
http://artikel-media.blogspot.com/2010/02/produk-keadilan-sepanjang-galah.html

BAB 7 MANUSIA DAN KEADILAN (Tulisan ke-1) Softskill

NAMA : DYNA MARLYNA SURYANI
NPM : 19110250
KELAS : 1KA24

MENCARI KEADILAN DALAM KASUS BLBI

Sejumlah saksi dan pejabat yang terkait dalam dugaan kasus korupsi dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dipanggil dan diminta keterangan lagi oleh Kejaksaan Agung. Langkah ini sesungguhnya bukan hal yang baru karena sebelumnya berulang kali Kejaksaan memeriksa mereka yang tersangkut BLBI. Sebagian obligor BLBI juga telah diadili. Meskipun ada terpidana yang berhasil kabur, ada juga yang telah mendekam di penjara seperti David Nusa Wijaya yang sebelumnya sempat melarikan diri. Bahkan untuk menuntaskan kasus BLBI, pada pertengahan 2007 lalu, Kejaksaan Agung menyiapkan 35 Jaksa yang secara khusus disiapkan untuk menangani kasus BLBI.
Namun demikian, tekad Kejaksaaan Agung untuk menyelesaikan kasus BLBI dipertanyakan. Terutama karena Kejaksaaan Agung tidak pernah secara terbuka mengungkapkan kebijakan penegakan hukum dalam kasus BLBI. Keterbukaan dan kejelasan arah kebijakan menjadi sangat penting dalam kasus BLBI, terutama karena luasnya dimensi pelanggaran hukum dalam kasus BLBI. Kasus BLBI tidak hanya terbatas pada penyalahgunaan dana dari BI, tetapi juga pada pengalihan aset, divestasi aset dan bahkan ada indikasi korupsi dalam penegakan hukum BLBI.

Kontroversi BLBI

Karena melibatkan para konglomerat besar dan pejabat teras, pemeriksaan kasus BLBI selalu mengundang kontroversi. Apalagi penyelesaian yang berlarut-larut menunjukkan betapa pemerintah dan khususnya penegak hukum tidak mempunyai sikap yang jelas dan tegas. Ada beberapa catatan penting terkait dengan kontroversi BLBI.
Pertama, dari sisi kebijakan tampak ada inkonsistensi. Para jaksa di Gedung Bundar terlihat sibuk melakukan pemeriksaan dengan memanggil banyak saksi. Akan tetapi tidak ada upaya yang serius, bahkan cenderung tutup mata terhadap kebijakan resmi pemerintah dalam penyelesaian BLBI. Adalah Inpres No. 8 tahun 2002 yang membebaskan obligor BLBI dari tuntutan pidana bila telah mengantongi surat keterangan lunas (SKL). Keberadaan Inpres No. 8 tahun 2002 menunjukkan bagaimana jaksa tampak tidak serius menegakan hukum. Seharusnya, sebelum melakukan pemeriksaan, Jaksa bisa meminta Presiden untuk mencabut Inpres yang kontradiktif dengan hukum positif di Indonesia karena pengembalian kerugian negara tidak serta merta menghilangkan aspek pidana.
Kedua, Jaksa hanya memanggil tersangka tertentu saja. Pada bulan Desember 2007 lalu, yang dipanggil adalah Anthony Salim yang mewakili Keluarga Soedono Salim, mantan pemilik BCA. Bagaimana dengan tersangka yang lain? Ada lebih dari 50 tersangka dalam kasus BLBI tetapi tidak semua diperlakukan sama oleh Kejaksaaan. Bahkan ada obligor yang belum mengantongi SKL tidak pernah diperiksa secara terbuka oleh Kejaksaaan.
Ketiga, dalam kasus korupsi ada istilah “it takes two to tango”. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu pihak, baik yang diperkaya secara tidak sah maupun pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaan. Kasus BLBI tidak hanya melibatkan pengusaha yang merugikan negara, tetapi juga otoritas perbankan yang mengucurkan dana BLBI. Dalam perkembangannya, tidak tampak upaya Kejaksaan untuk mengejar pertanggungjawaban otoritas perbankan yang memberikan BLBI tanpa melakukan pengawasan dengan benar. Bahkan Kejaksaan Agung juga tidak meninjau kembali SP3 yang dikeluarkan terhadap mantan Direktur Bank Indonesia, padahal pada saat yang sama media massa dengan gencar mempersoalkan korupsi dana BI yang diduga juga dipergunakan untuk kepentingan pejabat BI.
Keempat, persidangan kasus BLBI juga tidak menunjukkan keseriusan pemerintah dan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap tersangka kasus korupsi paling besar dalam sejarah republik ini. Coba lihat statistik penanganan kasus korupsi BLBI, tampak tidak ada pemidanaan yang menjerakan. Dari dokumentasi ICW, dari 16 kasus yang sudah dituntaskan di pengadilan, hukuman penjara seumur hidup dan 20 tahun hanya dijatuhkan pada terdakwa yang telah melarikan diri. Sedangkan sisanya mendapat hukuman ringan, bahkan lebih dari 50% dihukum di bawah dua tahun. Lalu bagaimana dengan yang lain? Sebagian diantaranya telah mengantongi SKL, dihentikan proses hukumnya melalui SP3 dan ada pula yang tidak jelas status hukumnya.

Keadilan bagi semua
Agar kasus BLBI bisa diselesaikan, dan tidak menjadi komoditi politik dan hukum serta berujung pada mafia peradilan, ada beberapa langkah yang harus diambil oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus mencabut Inpres No. 8 tahun 2002 yang memberikan kekebalan hukum bagi obligor dianggap melunasi kewajibannya. Tanpa pencabutan Inpres itu, jangan pernah berharap ada penegakan hukum dalam kasus BLBI. Publik juga akan pesimis bahwa semua tindakan pemanggilan saksi dan tersangka hanya akan berakhir pada “/deal”/ untuk kepentingan penegak hukum dan elit politik.

Kedua, sebetulnya secara finansial kerugian yang ditimbulkan oleh BLBI sangat besar. Utang yang semula dikucurkan Rp. 144,53 triliun kini telah membengkak lebih dari Rp. 600 triliun yang harus dibayar oleh APBN. Utang konglomerat kini harus dibayar oleh rakyat melalui APBN yang dibiayai dari berbagai pungutan, pajak, dan pendapatan negara lainnya. Dalam kasus BLBI, sesungguhnya asset recovery tidak signifikan lagi. Pembayaran utang konglomerat pengemplang BLBI itu kini tidak sebanding lagi dengan beban yang harus ditanggung oleh APBN. Karena itu, penegakan hukum adalah opsi terbaik karena selain menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat, penegakan hukum juga menciptakan rasa takut agar tindakan serupa tidak akan dilakukan lagi di masa depan.

Ketiga, kasus BLBI bukan hanya soal penyalahgunaan dana BI itu. Ada tindak pidana lain seperti baru-baru ini terungkap Tommy Soeharto membeli kembali asetnya melalui perusahaan lain atau /vehicle company/. Oleh karena itu, dalam kasus BLBI, KPK juga bisa turun tangan karena ada banyak tindak pidana yang terjadi setelah KPK didirikan sehingga tidak ada hambatan pelanggaran asas retroaktif.

Keempat, Kejaksaaan Agung juga harus melakukan pemeriksaan internal. Siapa jaksa yang memberi ijin keluar negeri tersangka sehingga mereka berhasil melarikan diri? Siapa jaksa yang memutuskan untuk menghentikan perkara melalui SP3? Pemeriksaan internal menjadi penting terutama agar dugaan pemerasan dan mafia peradilan di balik pengungkapan kasus BLBI juga bisa dituntaskan. Terutama agar penyelesaian kasus BLBI benar-benar mengedepankan keadilan bagi semua.

Akibat dari kebijakan BLBI, kini setiap tahun pemerintah harus mengalokasikan pembayaran beban hutang. Kebijakan BLBI pada dasarnya adalah pengalihan hutang swasta menjadi hutang publik yang memberatkan keuangan negara. Besarnya alokasi untuk pembiayaan hutang itu jauh melebihi anggaran pendidikan, kesehatan dan subsidi sosial lainnya. Ujung-ujungnya, masyarakat yang harus menanggung beban itu. Karenanya, soal keadilan bagi semua menjadi sangat relevan dalam kasus BLBI. Keadilan dan juga kepastian hukum tidak hanya milik para tersangka, tetapi juga bagi korban, yakni seluruh rakyat Indonesia.

OPINI
Menurut saya, hukum di Indonesia masih kurang tegas dalam melakukan tuntutan atau sejenisnya, karena buktinya masih saja banyak pejabat tingi yang korupsi,seperti kasus BLBI ini

SUMBER
http://danangwd.wordpress.com/2008/04/08/mencari-keadilan-dalam-kasus-blbi/

Selasa, 29 Maret 2011

BAB 6 MANUSIA DAN PENDERITAAN (Tulisan ke-2) Softskill

NAMA : DYNA MARLYNA SURYANI
NPM : 19110250
KELAS : 1KA24

Pengertian Penderitaan

Ngomongin penderitaan berarti kita harus tau arti kata terlebih dahulu. Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin. Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu pristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit kembali bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencpai kenikmatan dan kebahagiaan.

Siksaan

Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasman, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rokhani. Akiabt siksaan yang dialami seseorang, timbullah penderitaan. Siksaan yagn sifatnya psikis bisa berupa : kebimbangan, kesepian, ketakutan. Ketakutan yang berlebih-lebihan yang tidak pada tempatnya disebut phobia.banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan antara lain : claustrophobia dan agoraphobia, gamang, ketakutan, keakitan, kegagalan. Para ahli ilmu jiwa cenderung berpendapat bahwa phobia adalah suatu gejala dari suatu problema psikologis yang dalam, yang harus ditemukan, dihadapi, dan ditaklukan sebelum phobianya akan hilang. Sebaliknya ahli-ahli yang merawat tingkah laku percaya bahwa suatu phobia adalah problemnya dan tidak perlu menemukan sebab-sebabnya supaya mendapatkan perawatan dan pengobatan. Kebanyakan ahli setuju bahwa tekanan dan ketegangan disebabkan oleh karena si penderita hidup dalam keadaan ketakutan terus menerus, membuat keadaan si penderita sepuluh kali lebih parah.

Kekalutan Mental

Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih sederhana kekalutan mental adalah gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah laku secara kurang wajar. Gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :

1. nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
2. nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah

Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah :

1. gangguan kejiwaan nampak pada gejala-gejala kehidupan si penderita bisa jasmana maupun rokhani
2. usaha mempertahankan diri dengan cara negative
3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalam gangguan

Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental :

1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna
2. terjadinya konflik sosial budaya
3. cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial

Proses kekalutan mental yang dialami seseorang mendorongnya kearah positif dan negative. Posotf; trauma jiwa yang dialami dijawab dengan baik sebgai usaha agar tetap survey dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajut, ataupun melakukan kegiatan yang positif setelah kejatuhan dalam hidupnya. Negatif; trauma yang dialami diperlarutkan sehingga yang bersangkutan mengalami fustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk fustasi antara lain :

1. agresi berupa kamarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hypertensi atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya
2. regresi adalah kembali pada pola perilaku yang primitive atau kekanak-kanakan
3. fiksasi; adalah peletakan pembatasan pada satu pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu
4. proyeksi; merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negative kepada orang lain
5. Identifikasi; adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya
6. narsisme; adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari paa orang lain
7. autisme; ialah menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya sendiri yagn dapat menjurus ke sifat yang sinting.

Penderitaan kekalutan mental banyak terdapat dalam lingkungan seperti :

1. kota – kota besar
2. anak-anak muda usia
3. wanita
4. orang yang tidak beragama
5. orang yang terlalu mengejar materi

Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut :

1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan

Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negative. Sikap negative misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, atau ingin bunuh diri. Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, mislanya anti kawain atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup, dan sebagainya. Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti. Misalnya sifat anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa, dan lain-lain.

OPINI
Menurut saya, pengertian dari penderitaan itu sendiri adalah merasakan sesuat yang tidak menyenangkan dan rang yang merasakannya akan kesulitan untuk merasakan kebahagiaan.

SUMBER
http://www.ujank.web.id/Coretan-Tugas/manusia-dan-penderitaan.html