Nama : Dyna Marlyna Suryani
Kelas : 1KA24
NPM : 19110250
1.1 Pengertian, Tujuan ISD
# Pengertian dari Ilmu Sosial Dasar
Menurut buku yang saya baca berjudul ISD sebagai MKDU penerbit gunadarma, Ilmu sosial dasar adalah ilmu yang membahas dan menelaah tentang masalah-masalah yang ada dalam sosial, khususnya yang diwujudkan oleh warga Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah, ekonomi, geografi sosial, sosiologi, antropologi sosial, psikologi sosial. Ilmu sosial dasar bukan merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, karena masing-masing memiliki metode ilmiah dan obyek tersendiri jadi tidak dapat dipadukan satu sama lain.
# Tujuan dari Ilmu Sosial Dasar
Ilmu sosial dasar merupakan mata kuliah dasar umum, jadi ada beberapa tujuan yang harus dipahami oleh mahasiswa agar :
1. Memahami dan menyadari adanya kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang timbul di kalangan masyarakat ;
2. Peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya ;
3. Menyadari bahwa setiap masalah yang timbul di kalangan masyarakat bersifat kompleks dan hanya dapat memahami dan mempelajarinya secara kritis ;
4. Memahami jalan pikiran para ahli di berbagai bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalam rangka menanggulangi masalah sosial yang timbul di kalangan masyarakat sekitar.
# Tiga Kelompok Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan itu terdiri dari 3 kelompok, yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya. Pengelompokkan ilmu pengetahuan ini dapat mendasari pengembangan Ilmu Alamiah dasar, Ilmu sosial dasar, dan ilmu budaya dasar yang sebagai mata kuliah dasar umum yang wajib di ambil oleh mahasiswa.
STUDI KASUS
Tema : Penanggulangan Kemiskinan dan Perluasan Kesempatan Kerja
Subtema : Pendidikan murah untuk masyarakat miskin
Resonansi BOS, Kesadaran, dan Ketrampilan yang Diimplementasikan
– Saatnya Kita Bersatu Membangun Negeri –
Berdasarkan data Education At a Glance: Indonesia – World Bank (Last updated November, 2008) – jumlah populasi usia 0-14 tahun di Indonesia sekitar 64,1 juta jiwa. Hal ini menandakan kita berpeluang menjadi negara produktif seandainya anak-anak bangsa ini dapat mengenyam pendidikan dengan baik. Namun fakta justru bertolak 180o, dimana kemiskinan telah memperkecil kesempatan dalam mengakses pendidikan karena biaya yang tak terjangkau.
Menurut data Departemen Pendidikan Nasional, angka putus sekolah jenjang pendidikan SD/MI antara tahun 2005/06 –2006/07 sebanyak 615.411 siswa. Sementara untuk pendidikan di SMP/MTs sebesar 232.834 siswa pada tahun yang sama. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan, ditengah para pemimpin kita mengeluarkan banyak uang berebut puncak kekuasaan, di sisi lain anak-anak bangsa ini membutuhkan dana untuk hal yang lebih penting, yakni mengakses dunia pendidikan.
Sungguh ironis, salah satu efek dari demokrasi dalam beberapa hal telah membuat “hal yang kurang penting menjadi penting, dan yang benar-benar penting menjadi kurang penting”. Bagaimana tidak, bayangkan saja jika ratusan milyar dana-dana kampanye itu mengalir untuk dunia pendidikan. Maka, saya yakin Indonesia akan menjadi lebih indah, indonesia akan lebih bersinar. Anak-anak bangsa ini telah membuktikannya pada berbagai olimpiade sains international yang diselenggarakan. Kita juara, kita bisa dan kita bangga sebagai putra-putri Bangsa Indonesia.
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya mengentaskan pendidikan melalui kebijakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tahun 2009 diantaranya: menaikkan jumlah BOS. Jika tahun 2008 untuk siswa SD/MI Rp 254.000 per siswa, tahun 2009 naik menjadi Rp 397.000 per siswa yang bersekolah di kabupaten dan Rp 400.000 untuk siswa di kota. Sedangkan BOS SMP naik dari Rp 354.000 per siswa menjadi Rp 570.000 per siswa yang sekolah di kabupaten serta Rp 575.000 per siswa di kota.
Mengingat banyak hal yang harus dibenahi, seperti infrastruktur sekolah dalam kondisi yang kurang layak dan banyaknya siswa yang putus sekolah akibat faktor ekonomi. Tak khayal hal ini menimbulkan rasa pesimis beberapa pihak yang menilai nominal tersebut masih kurang untuk mengatasi besarnya biaya unit pendidikan.
Bila kita cermati, mungkin saja benar jumlah tersebut sangat kurang, namun bila kita lihat hal positifnya, setidaknya kita tahu bahwa pemerintah kita sadar dan peduli akan persoalan serius bangsa ini.
Kita semua harus menyadari bahwa persoalan ini adalah tanggung jawab kita semua. Saya yakin banyak dari kita mempunyai ide-ide cemerlang sebagai alternatif solusi atas masalah pendidikan ini. Yang dapat kita lakukan adalah mengimplementasikan ide-ide tersebut dalam masyarakat menurut cara yang kita anggap baik dan benar. Hal ini akan lebih bermakna dibandingkan dengan saling menyalahkan dan membebankan persoalan ini pada salah satu pihak saja. Saatnya kita bersatu membangun negeri kita tercinta ini, INDONESIA.
“Pendidikan murah untuk masyarakat miskin”, slogan ini terkesan bahwa pendidikan itu membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung oleh orang tua sehingga terasa memberatkan. Penulis berpendapat, seandainya saja anak-anak sekolah juga diberikan ketrampilan yang diimplementasikan, dalam arti anak-anak sekolah disamping diberikan bekal ketrampilan spesifik juga dilibatkan dalam proyek-proyek berhubungan dengan ketrampilan tersebut sehingga mampu menghasilkan uang untuk membiayai pendidikan mereka sendiri maka hal ini akan lebih efektif dan efisien.
Alternatif yang penulis uraikan di sini, dapat diterapkan pada sekolah tingkat pertama (SMP). Konsekuensinya pihak sekolah harus mulai mengadakan training ketrampilan aplikatif, dan mengadakan kerja sama dengan perusahaan yang berhubungan dengan ketrampilan yang dilaksanakan.
Hal ini tidak berarti kita mengeksploitasi anak, namun lebih mengarahkan meraka kepada hal yang lebih baik. Ide ini muncul ketika seorang teman kelahiran bali yang kuliah di australia mengatakan bahwa rata-rata remaja disana usia14-15 tahun sudah mulai melakukan part time untuk sekedar menambah uang jajan ataupun untuk membiayai sekolah mereka sendiri. Jika anak-anak australia bisa, mengapa kita tidak?.
Jika hal ini diterapkan, maka pendidikan itu tidak lagi menjadi momok bagi orang tua, dan tidak harus dimurahkan melainkan harus ditingkatkan. Selain anak-anak tersebut menjadi lebih produktif, kreatifitas merekapun akan lebih berkembang yang akan menghasilkan ide-ide lebih cemerlang lainnya.
Efek bagi siswa-siswi smp itu sendiri. Ketika mereka lebih dewasa dan sadar akan kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi, mereka telah mempunyai bekal bekerja yang menghasilkan uang untuk melanjutkan pendidikan dengan biaya mereka sendiri tersebut.
Efek jangka panjangnya, kita dapat lebih meminimalisir pengangguran, meningkatkan sektor perekonomian, muncul kreatifitas-kreatifitas baru. Dan yang lebih penting kita membangun suatu perubahan besar, pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang berwawasan, berintelek, berakhlak dan mampu menerapkan ilmu serta ketrampilan yang dimiliki.
sumber referensi:
http://www.worldbank.org/
http://www.depdiknas.go.id/
OPINI
Menurut saya, pendidikan di Indonesia ini masih mahal sampai beberapa anak yang berniat ingin mengenyam pendidikan harus tertunda dikarenakan mereka berada di kalangan yang kurang mampu, jadi mau tidak mau mereka harus putus sekolah dan bahkan membantu orang tuanya untuk bekerja mencari nafkah. Padahal sudah banyak uang yang di keluarkan untuk mempermudah keluarga yang tidak mampu bisa tetap menyekolahi anak-anak mereka dengan fasilitas seadanya, tapi karena pemerintah-pemerintah memang egois, maunya menang sendiri, uangnya malah di pakai untuk kepentingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar